Anda tersenyum membaca judul diatas?
karena judul itu sama persis dengan judul puisi yang dibuat oleh anak SD?
Tidak apa2, karena sungguh saya pun merasa kesulitan membuat judul yang tepat untuk menggambarkan sosok ibu yang saya cintai.
Pada awalnya permata hanyalah sebongkah karbonit hitam. Agar menjadi indah, ia harus merelakan dirinya untuk ditempa dengan tekanan panas yang amat tinggi dalam jangka waktu yang sangat lama. Permata akhirnya saya anggap sebagai personifikasi yang paling tepat dari ibu saya.
Ibu saya adalah sosok yang telah merelakan dirinya ditempa dengan berbagai kesulitan dan kegetiran hidup untuk kemudian membagikan keindahannya dalam bentuk cinta, ketulusan, kesabaran kepada kami, keluarga kecilnya.
Saya sangat mencintai ibu saya, hingga teman perempuan saya sempat protes, bahwa saya lebih sering menceritakan tentang ibu saya dibanding ayah. Biasanya saya berkilah dan menjawab dengan diplomatis, 'bukankah kedudukan seorang ibu tiga kali lebih utama dibanding ayah? ;)Ibu saya adalah sosok sederhana.
Beliau hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang menancapkan eksistensi diri tidak di gedung-gedung perkantoran melainkan di tengah kehangatan keluarga.
Ibu adalah segalanya dalam hidup saya. Ketika teman-teman saya sering mengeluh, betapa sulitnya berkomunikasi dan mencurahkan perasaan pada ibu mereka tanpa merasa dihakimi, ibu saya adalah teman yang setia mendengarkan cerita saya berjam-jam.
Ibu saya selalu ada ketika saya ingin bercerita apa saja, tentang kebahagiaan, tentang kepedihan...Dan pangkuan ibu adalah tempat yang paling mujarab untuk menumpahkan segala sesak di dada. Ketika saya merasa gagal, kecewa, dan tersakiti.
Demikianlah...ibu selalu ada....Ibu saya belum pernah membaca buku psikologi perkembangan ataupun buku pendidikan anak. Tetapi beliau mengerti benar bagaimana harus memperlakukan anak-anaknya.
Belum pernah sekalipun beliau memaki ataupun berteriak keras. Beliau mendidik kami dengan cinta dan hanya dengan cinta. Ketika saya berbuat salah ataupun tanpa sengaja membuat kesal, biasanya ibu hanya terdiam. Tetapi sorot matanya cukup untuk membuat saya merasa bersalah dan berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.
Saya mencintai ibu saya. Kenyataan bahwa saya belum mampu untuk membahagiakannya, sering membuat saya merutuki diri sendiri. Maka, saya pun hanya bisa berdoa agar Allah berkenan memampukan saya untuk membahagiakan ibu saya.
Entah kapan...Ibu saya seorang yang lembut sekaligus tegar. Ketegarannya seringkali mampu memberikan kekuatan kepada kami atas apapun yang terjadi dalam hidup. Kesabaran dan keikhlasan adalah dua hal yang sering beliau camkan.
Dan puncaknya adalah ketika saya ditimpa musibah yang cukup besar. Ketegaran ibu saya lagi-lagi diuji. Ibu saya hanya manusia biasa, beliaupun menangis,tetapi hanya sebentar saja.
Dengan cepat, disaputnya kesedihan berganti dengan ketegaran yang amat saya kenal. Ketegaran seorang ibu memang mumpuni, mampu memberikan energi hingga saya pun bertekad untuk berusaha kuat seperti ibu saya.
Peristiwa itu semakin membuat saya mencintai ibu saya. Ibulah yang setia menemani saya mengatasi masa-masa sulit, ketika air mata sudah tidak mampu lagi mengikis rasa pedih.
Ibu yang memeluk saya, ketika tubuh saya berguncang manahan duka hati. Ibu yang menghadiahi saya dengan banyak cinta ketika langit terasa kelam.
Tak ada makhluk di dunia ini yang sempurna, tapi bagi hidup saya, ibu adalah sempurna.Tuhan telah banyak memberikan anugerah dalam hidup saya.
Tapi, bila Tuhan meminta saya untuk menyebutkan satu saja anugerah-Nya yang paling indah, maka saya akan menjawab, Ibuku Permata Hatiku...
*Untuk bunda sayang, maafkan aku ketika kata dan hanya kata yang mampu aku hadirkan sebagai tanda cinta untukmu...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment