Tuesday, April 17, 2007

Me-Friends in My B'day


hari ini, temen2 pada ngumpul ngerayain my b'day...
sekalian perpisahan dengan Iezme
Iezme thanks for being lovely sista....
Sukses utkmu ditempat yg baru dan jangan lupa mampir2 yaaa
Thanks all... luv u...mmmmuuuach :)

Monday, April 16, 2007

Hepi B'day for My Self

B'day..., it's not scary for me anymore
I'm glad i finally reach the age
makasi ya buat yg ngirim sms/tlp, hugs and kisses, it means a lot....

First, Thanks to GOD...engkau tlah memberikan kesempatan hidup hingga saat ini
smoga aq bisa menjalani sisa hidup dengan baik dan mendapat RidhoMu
Then Thanks to Ibu dan Bapak...buat seluruh limpahan kasih sayang yg tak terbalaskan
Thanks to all sister n brother,... makes life so colour full

Getting Older
Isn't about...
Withering away

It's about....
Starting New Journey
may all my wishes come true.....


Semoga panjang umur yang membawa berkah
Tetap sehat agar bisa tekun beribadah
Banyak rezeki agar bisa terus bersedekah
Tambah sukses tetapi tetap merendah... amiin

Saturday, April 7, 2007

Menggenapkan Setengah Dien

Beberapa tahun lalu, bila wacana tentang pernikahan disodorkan ke hadapan saya, maka saya akan mengatakan bahwa sebuah pernikahan adalah indah dan menyenangkan saja.
Bagaimana mungkin tidak indah ketika kita bisa selalu bersama dengan orang yang kita cintai dan menghabiskan sisa usia sampai mati. Indah, persis seperti cerita pangeran dan putri di negeri dongeng.
Prince and princess get married and they live happily ever after!Tapi, sayangnya kita tidak sedang hidup di negeri dongeng.
Kita hidup di dunia nyata yang di dalamnya tidak hanya menawarkan bunga yang indah, tapi juga hujan dengan petir yang menyambar. Dengan berbekal pengalaman hidup yang ala kadarnya, akhirnya saya menyimpulkan bahwa bila pernikahan dengan segala konsepnya harus dirangkum dalam satu kata saja, saya akan menyebutkan kata perjuangan.
Ya, menikah berarti perjuangan...
Ketika kita mengikrarkan janji sehidup semati di hadapan-Nya, berarti kita telah menyiapkan diri untuk berbagi hidup dengan orang lain. Kesediaan untuk berbagi hidup dengan orang lain, sama artinya dengan keikhlasan dan kerelaan untuk menurunkan ego hingga beberapa tingkat yang bagi sebagian orang dirasakan sebagai suatu bentuk penurunan harga diri.
Tidak ada lagi aku atau kamu, yang ada adalah kita...Dua orang yang sama-sama sedang berusaha menggenapkan cinta...
Pernikahan bukan hanya sebuah keinginan, namun sebuah keberanian untuk mengambil tanggung jawab dan kesiapan untuk berjuang, begitu menurut sebuah buku yang saya baca.
Sedangkan guru mengaji saya mengatakan bahwa pernikahan memerlukan kesiapan fisik,mental dan spiritual...Menghadapi hal tersebut, akhirnya saya mencoba membekali diri dengan banyak membaca buku-buku tentang pernikahan.
Hasilnya? semakin banyak tahu, semakin rumit pula konsep pernikahan dalam benak saya.
Dan bertaburanlah kata-kata yang mengiringi kata pernikahan, diantaranya adalah, cinta, kesabaran, keikhlasan, keridhoan, empati, komunikasi dan masih banyak lagi.
Menggenapkan setengah dien? alangkah terjal dan berliku...Tapi, ketika Allah telah memberikan kepercayaan kepada manusia untuk mengemban amanah besar itu, Dia pun telah menyediakan pula sandaran tempat manusia bergantung.
Sandarannya, tentu saja hanya Dia...
Pertanyaannya kemudian adalah,akankah saya sanggup untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya penolong, melibatkan-Nya dalam setiap persoalan kehidupan pernikahan saya kelak?Karena, menjadikan Allah sebagai satu-satunya sandaran hidup tidak bisa hanya diucapkan di mulut saja.
Kesadaran itu hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh dua orang yang sama-sama bersedia untuk merendahkan diri dan membuka hati untuk menerima kebenaran-Nya, ketimbang ego pribadi. Ego sebagai suami atau sebagai istri. Sama-sama menyadari bahwa kita hanya lah makhluk lemah yang setiap saat akan selalu membutuhkan pertolongan-Nya.
Karena hakikat menikah itu sendiri adalah sebagai sarana pembuktian cinta kita kepada Tuhan dan bukan pembuktian cinta kepada pasangan.Sekali lagi, pernikahan adalah sebuah perjuangan. Maka, apakah kemudian saya menjadi takut untuk menikah setelah mengetahui segala kewajiban dan konsekuensinya? Tentu saja tidak.
Karena bagaimanapun dengan menikahlah, cinta saya terhadap agama dan Tuhan saya menjadi genap dan sempurna...
Jadi, kalaupun kaki saya harus berdarah-darah dalam menapaki pernikahan, saya harus ikhlas dan ridho agar darah dan air mata saya tidak menjadi sia-sia...Demikiankah?
Wallahualam...